Kementerian Perindustrian mendorong kerjasama yang lebih erat di sektor industri dengan pemerintah Tiongkok untuk membuat rantai pasokan kedua negara lebih kompetitif.
“Kami juga mendorong kerjasama yang lebih kuat antara pelaku bisnis di Indonesia dan pelaku bisnis di Tiongkok untuk meningkatkan tidak hanya hal-hal yang terkait dengan pengembangan bisnis tetapi juga penyederhanaan rantai pasokan,” kata sekretaris jenderal kementerian, Eko Cahyanto.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Seminar Kerjasama Perdagangan dan Industri Indonesia-Tiongkok di Jakarta pada hari Kamis.
Ia mencatat bahwa kerjasama antara Indonesia dan Tiongkok telah berjalan cukup baik dalam dua dekade terakhir.
Dalam periode 2019 hingga 2023, investasi Tiongkok di Indonesia mencapai US$28,4 miliar, dengan sektor manufaktur menarik bagian terbesar, sekitar 54 persen, dari investasi Tiongkok.
Cahyanto mengatakan bahwa untuk meningkatkan kerjasama dengan Tiongkok, pemerintah Indonesia telah menyiapkan insentif, baik fiskal maupun non-fiskal, serta sumber daya manusia industri yang memadai.
“Kementerian Perindustrian juga telah menciptakan sejumlah besar pekerja industri untuk mendukung investasi baru, terutama investasi perintis,” tambahnya.
Pemerintah telah menyiapkan beberapa kebijakan keringanan pajak bagi investor, termasuk liburan pajak dalam bentuk pembebasan pajak penghasilan perusahaan selama 5-20 tahun untuk industri perintis dengan investasi besar dan strategis.
Selain itu, pemerintah menawarkan pengurangan pajak dalam bentuk pengurangan pajak penghasilan perusahaan, yaitu 30 persen dari nilai investasi, selama enam tahun.
Pemerintah juga memberikan pembebasan biaya impor selama dua tahun untuk mesin, peralatan, dan bahan baku.
Selain itu, terdapat pengurangan pajak super hingga 200 persen untuk pelaku bisnis yang melakukan kegiatan vokasi dan hingga 300 persen bagi mereka yang melakukan penelitian dan pengembangan di Indonesia.