Penundaan Pemindahan Ibu Kota Indonesia Oleh Widodo di Tengah Potensi Pergeseran Nusantara Oleh Prabowo

Keputusan Presiden Joko Widodo untuk menunda relokasi ibu kota Indonesia menimbulkan keraguan pada proyek yang tertinggal dari jadwal dan kesulitan mendapatkan investasi.

Presiden Joko Widodo telah menunda pemindahan kantornya ke ibu kota baru Indonesia yang direncanakan senilai 500 triliun rupiah (US$32 miliar), dengan alasan tenggat waktu infrastruktur penting yang terlewat, dalam langkah yang menurut para pengamat menandakan bahwa pengembangan proyek warisannya tersebut secara signifikan tertinggal dari jadwal.

Bulan lalu, Widodo mengatakan bahwa ia akan mulai bekerja dari ibu kota baru – Nusantara – pada bulan Juli, dengan harapan memulihkan kepercayaan pada megaproyek mahal yang terkendala oleh penundaan dan pendanaan yang tidak mencukupi.

“Jika air sudah siap, listrik sudah siap, tempatnya sudah siap, kami akan pindah ke sana,” kata Widodo kepada wartawan pekan lalu. “Saya telah menerima laporan bahwa [Nusantara] belum siap.”

Penundaan tersebut menimbulkan keraguan baru pada proyek ini, yang disorot bulan lalu ketika dua pejabat tinggi yang mengawasi pengembangan Nusantara tiba-tiba mengundurkan diri.

Visi Widodo untuk ibu kota baru ini melibatkan transformasi 2.560 km persegi lahan di Kalimantan Timur di pulau Borneo menjadi kota pintar hijau yang fungsional dalam 25 hingga 30 tahun ke depan.

Awalnya, ada rencana untuk memindahkan 12.000 pegawai negeri ke ibu kota baru pada bulan September, tetapi telah ditunda dua kali karena pemerintah kesulitan membangun infrastruktur yang diperlukan. Indonesia masih berencana mengadakan perayaan Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus di Nusantara.

“Meskipun mungkin saja menyelesaikan fasilitas dasar seperti air bersih, listrik, penginapan, dan fasilitas penting lainnya tepat waktu untuk perayaan, operasional harian pemerintahan masih jauh dari siap,” kata Nicky Fahrizal, seorang peneliti politik dan hukum di Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta.

“Kemauan politik untuk pindah, itu hanya tidak ada di sana … Ada banyak pertanyaan tentang berapa banyak uang yang akan dihabiskan untuk proyek tersebut atau apakah orang-orang ingin pindah ke sana,” kata Yohanes dari Universitas Jenderal Achmad Yani di Jawa Barat.

Menurut para analis, ketidakpastian atas proyek tersebut telah menabur keraguan di kalangan investor, mencegah perusahaan asing untuk berkomitmen pendanaan.

Widodo mengatakan bahwa 20 persen dari anggaran proyek akan berasal dari kas negara, dengan sisanya didanai oleh investor swasta, baik domestik maupun internasional.

Namun, investor asing tetap ragu-ragu, dan beberapa, seperti konglomerat Jepang SoftBank, bahkan menarik investasi mereka sepenuhnya sejak tahun 2022. Pada bulan November, Widodo mengakui bahwa meskipun ada surat niat dari entitas asing seperti Singapura, China, dan Jepang, belum ada “investasi nyata” yang dilakukan sejauh ini.

Dalam 12 bulan dari Januari 2023, total investasi ke ibu kota baru hanya mencapai 47,5 triliun rupiah, semuanya dari pendanaan domestik. Pemerintah telah menetapkan target menarik investasi sebesar 100 triliun rupiah pada akhir 2024.

Di Tangan Prabowo

Masa depan Nusantara tampaknya bergantung pada ambisi pemimpin yang akan datang, Prabowo Subianto, yang akan berkuasa pada bulan Oktober. Jalur kemenangan Prabowo dalam pemilihan umum Indonesia sebagian besar bergantung pada hubungannya yang dekat dengan Widodo, dan keinginannya untuk melanjutkan program-program petahana tersebut